“Behind the Scene” Misi Portugis di Maluku dan Jejak-jejaknya

portugis masuk di nusantara

IDNKatolik.com – NEGARA Portugal (dan lebih lagi Negara Spanyol) pada eksplorasi-eksplorasi mereka sejak awal abad ke-16, di samping segala kekejaman mereka, mereka tetap ingat juga akan kepentingan rohani para penduduk asli. Orang Portugal tiba di Ternate pada tahun 1512. Dalam tahun 1522 misionaris-misionaris pertama tiba di sana. Dalam tahun 1534 dibuat pembaptisan pertama di Ternate. Ini sekaligus pembaptisan pertama di seluruh Nusantara.

Fransiskus Xaverius baru tiba di Maluku 14 Pebruari tahun 1546, dan berkarya di Ambon, Seram, Ternate dan Morotai selama kurang lebih 1 ½ tahun.

Seluruh Maluku bagian Selatan (yang letaknya di bawah Pulau Ambon) belum dijangkau oleh Misi. Misi itu berkembang dengan subur, sekalipun sering terjadi pesaingan sengit dengan islam, yang sudah lebih dahulu tiba di Ambon dan Ternate. Para misionaris terdiri atas imam-imam projo dan imam-imam Jesuit, hampir semuanya berasal dari Spanyol.

Sejak tahun 1605 orang Belanda berkuasa. Mereka beragama protestan, dan mengusir para rohaniwan Katolik, yang sebagian besar terpaksa pindah ke Filipina, di mana Spanyol berkuasa. Mereka tidak segera diganti dengan pendeta-pendeta protestan. Maklumlah, orang Belanda bukan pertama-tama antipati terhadap “katolik” melainkan terhadap Spanyol. Di Eropa sedang bergelora perang-80-tahun antara Spanyol dan Belanda.

Dalam waktu beberapa generasi, iman katolik hilang total dari Maluku. Keadaan tinggal begitu sampai tahun 1853: waktu itu di Belanda berakhirlah penindasan orang Katolik oleh mayoritas Protestan. Didirikan kembali keuskupan-keuskupan, dan – walaupun di Belanda sendiri ada kekurangan tenaga imam – toh mereka sempat mengutus beberapa imam diosesan ke “Hindia Belanda”, terutama untuk memperhatikan umat katolik Belanda yang ada di sini. Didirikan Vikariat Apostolik Batavia.

Pemekaran pertama dari Vikariat itu terjadi dengan mendirikan Prefektur Apostolik Nederlands Nieuw-Guinea, berpusat di desa Langgur, pulau Kei-Kecil, Maluku Tenggara. Maklumlah, dalam tahun 1888 Vikaris Apostolik sempat memenuhi usulan seorang usahawan Jerman bernama Adolf Langen, yang mempunyai penggergajian kayu di Tual (dekat Langgur), untuk mendatangkan misionaris ke Kei. Mereka adalah pater Johannes Kusters SJ dan Johannes Booms SJ. Pemerintah memberi izin untuk menjangkau juga bagian Barat dari pulau raksasa Nieuw-Guinea. Di Roma dianggap lebih tepat kepada wilayah ini diberi nama Prefektur Apostolik Nederlands Nieuw-Guinea daripada Prefektur Apostolik Langgur. Semenjak awal tahun 1903 tarekat MSC ambil ambil alih Misi ini.

Sejak tahun 1904 Misi dibuka di Merauke. Kemudian, dalam tahun 1904 juga, di Kei-Besar, dan dalam tahun 1910 di kepulauan Tanimbar. Seluruh Misi tetap berpusat di Langgur. Gereja Langgur menjadi “Katedral” ketika, dalam tahun 1921, status Prefektur Apostolik ditingkatkan menjadi Vikariat Apostolik, dengan Mgr. Johannes Aerts MSC sebagai Uskup pertama.

Dalam tahun 1960 Vikariat Apostolik, bersama hampir semua Vikariat lain di Indonesia, ditingkatkan menjadi Keuskupan. Uskup Jacobus Grent (sejak 1947 Vikaris Apostolik) menjadi uskup diosesan pertama. Pada tahun itu juga, atas sugesti dari Mgr. Grent, pimpinan Gereja di Roma memberi izin untuk memindahkan pusat keuskupan dari Langgur ke Ambon. Katedral di Langgur dihibur dengan menggelarinya “co-katedral”. Alasannya hanya strategis: Ambon pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusta perkapalan dan segera akan menjadi pusat penerbangan, sedangkan Tual/Langgur masih berstatus “belakang tanah”, walaupun mungkin 90% umat katolik waktu itu tinggal di Maluku Tenggara itu. Adapun Nieuw-Guinea (Papua) sejak 1947 sudah menjadi Vikariat tersendiri, di bawah pimpinan Mgr. H. Tillemans MSC.

Misi di Maluku Utara baru sempat mulai diperhatikan tahun 1937 dengan bantuan Ordo OFM, yang merangkap juga Papua Utara.

Mengapa bukan Amboina menjadi Keuskupan Agung? Saya tidak tahu: sewajarnya memang Amboina lebih “berhak” sebagai kakak sulung. Tetapi lebih realis untuk menunjuk tempat yang lebih besar dan yang letaknya lebih strategis untuk mengkoordinir ketiga keuskupan di Indonesia Timur itu.

Misi Portugis-Spanyol terhenti dalam tahun 1605 karena dilarang oleh penjajah Belanda. Misi yang dimulai tahun 1888 dengan sendirinya terhenti sejak mendapat status Keuskupan, 1960.

Masa Jepang: tahun 1942-1945. Jepang tiba di Tual/Langgur tgl. 30 Juli 1942; mereka langsung ke Langgur, membunuh uskup Aerts dan 12 misionaris lain. Gereja bertahan berkat usaha katekis-katekis yang tahu akan tugasnya menyangkut Pembaptisan, Perkawinan dll. Umat tiap hari Minggu berkumpul untuk “Misa Rindu” di hutan (sebagian besar orang bersembunyi di hutan waktu itu).

Zaman VOC, Gereja katolik jadi punah. VOC mendukung agama islam demi damai dan profit ekonomis. Baru sejak (kalau tak salah) tahun 1822 pendeta-pendeta protestan mulai berdatangan.

Jejak-jejak sejarah. Fransiskus Xaverius makin popular. Jemaat protestan pun sekarang mengakui bahwa dialah yang memperkenalkan Alkitab kepada masyarakat Maluku. Di pinggir jalan raya ke bandara di Laha, kini berdirilah – di wilayah protestan – sebuah patung Fr. Xaverius, yang beberapa tahun lalu diresmikan oleh Duta Vatikan.

Sekitar 30 tahun lalu Uskup Andreas Sol MSC dan Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) saling berpelukan pada kesempatan mengresmian patung Fr. Xaverius di depan katedral.

Selama kerusuhan di Maluku (tahun 1999-2003) semua Kristen Maluku kompak, dan makin saling mengenal dan menghargakan. Saya harus mengaku bahwa pertemuan-pertemuan ekumene dan ibadat bersama, akhir-akhir ini agak merosot. Mungkin karena semuanya sibuk dengan urusan intern.

Saya sempat terjemahkan sejumlah buku dari beberapa misionaris 100 tahun lalu, ke dalam bahasa Indonesia. Dua buku yang terpenting: Etnologi PP. Tanimbar oleh Pater P. Drabbe MSC dan etnologi PP. Kei oleh Pater H. Geurtjens MSC.

Melalui bundul diosesan lagu-lagu rohani “ikut Menyanyi” umat tetap masih sempat menyanyi lagu-lagu dari beberapa generasi lalu.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *