Mengenal Sosok Martir dan Imam Diosesan Pertama dari Portugis di Nusantara

IDNKatolik.com –  KEKALAHAN Malaka tahun 1511, tak hanya membuka jalan bagi Portugis berkunjung ke Kepualauan Maluku. Lebih dari itu, penaklukan Malaka juga berarti terbukanya pintu untuk menyebarkan Agama Kristen di wilayah yang oleh pedagang Arab disebut Jazirah Al-Muhk.

Sebelum kedatangan Portugis di Maluku, sudah ada sejumlah kerajaan bernafaskan Islam. Sebut saja empat kesultanan besar yaitu Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Dengan kondisi ini, perjalanan misi Portugis di Maluku gampang-gampang sulit atau berjalan bukan tanpa tantangan.

Kedatangan Portugis di bawah komando Antonio de Abreu di Kepulauan Maluku. Para misionaris 10 tahun setelah de Abreu baru bisa menginjakan kaki di Maluku tahun 1522. Awalnya oleh beberapa misionaris Fransiskan, Jesuit lalu seorang imam Diosesan (Projo) yang terkenal Pastor Simon Vaz.

Pastor Simon adalah martir Projo mengawali berdirinya misi Katolik yang pertama di Nusantara tahun 1543. Ia juga kelak menjadi martir di Morotai. Ia datang bersama Gubernur ke-6 Portugis yaitu Tristao de Atayde.

Pastor Simon Vaz, tugasnya adalah mengajak para raja-raja dan petinggi kerajaan untuk menjadi Katolik. Ia disebutkan berhasil membaptis sekian banyak bangsawan kerajaan untuk menjadi Katolik. Di tahun 1546, Pastor Simon Vaz disebutkan berhasil membaptis hampir seluruh kerajaan di Maluku Utara. Sedikitnya 3.000 umat yang dibaptis dari kurun waktu 1534-1535. Dia dikenal sebagai imam Projo Portugis yang cukup sukses membawa misi Jesuit di Maluku.

Sebelumnya terdapat pula seorang pedagang Portugis bernama Goncalo Veloso. Kendati bukan seorang rohaniwan, Veloso memiliki perhatian pada keberlangsungan gereja. Ia banyak mengunjungi dan menjalin kontak dengan kepala-kepala kampung di wilayah Moro di pesisir Teluk Galela. Hingga suatu ketika, ketegangan terjadi di antar desa sekitar. Kolano Desa Mamuya pun mengeluhkan kondisi itu kepada Veloso.

Pedagang itu kemudian menyarankan agar Kolano Mamuya pergi ke Ternate dan meminta bantuan kepada Portugis. Syaratnya, Kolano Mamuya yang sebelumnya menganut keyakinan nenek moyang, mesti berpindah menjadi umat Katolik. Ia menyanggupi syarat itu.

Beberapa waktu setelah menyampaikan niatnya ke Atayde dan disambut baik, Kolano Mamuya lantas dibaptis bersama dengan ketujuh pengawalnya. Nama baptisnya adalah Don Joao. Sementara Sangaji Tolo yang juga ikut dalam pembabtisan itu memperoleh nama yang mirip nama Atayde.

Simon Vaz turut serta bersama rombongan Kolano Mamuya ketika pulang ke desanya. Karena kebaikan serta keteladannya, Simon banyak menarik simpati masyarakat. Mereka lantas berbondong-bondong memohon diri menjadi Katolik. Simon kemudian membabtis masyarakat ini di atas lahan darurat di Desa Mamuya.

Gereja St. Maria Tobelo, Maluku Utara, Keuskupan Amboina/Dok. Ist

Momen tahun 1534 ini dipandang sebagai titik awal penting masuknya Gereja Katolik ke wilayah Maluku dan ke seluruh Indonesia (Nusantara). Dalam skala luas Gereja Katolik Indonesia, momen ini diakui sebagai awal dari Gereja di Indonesia

Sejak pembabtisan itu, perkembangan Katolik di Maluku Utara, khususnya Halmahera bagian utara berkembang cukup pesat. Hanya dalam setahun, jumlah umat Katolik di pesisir Teluk Galela kala itu lebih dari 3.000 jiwa. Atayde bahkan perlu mengirim pasukan untuk mengamankan umat di sana.

Namun dalam perkembangan dan akibat peperangan kerajaan-kerajaan Islam di bawah aliansi Sultan Khairun (Ternate) dan Katarabumi (Jailolo) melawan Portugis dan sekutunya. Kerajaan Moro tentu saja dianggap sebagai teman seperjuangan Portugis, ikut diserang dan menyerah di bawah dua kesultanan ini. Dalam tekanan beberapa desa seperti Desa Sugala kembali menjadi animis dan sebagian besar memilih menjadi Islam.

Dalam suasana penindasan itu, Romo Simon Vaz di tangkap di desa tua Sao (Chawo) dekat pulau Morotai, sekitar 25 mil dari daratan Moro di Halmahera Utara. Karena menolak menyangkal imannya, iman Diosesan ini dibunuh sebagai martir pertama untuk Gereja Katolik Indonesia tahun 1535.

Jenazahnya konon dibawah ke Mamuya dan dimakamkan di sebuah kubur batu di desa tempat ia membaptis dan berkarya dulu. Hingga kini kuburnya masih terlihat di atas sebuah bukit yang kini menjadi bagian dari Paroki Tobelo  yang berada di pemukiman Muslim. Tempatnya selalu didatangi para peziarah dari Katolik maupun Protestan. Umat Muslim sekitar selalu dianggap sebagai keturunan dari umat yang pernah dibaptis oleh Romo Simon Vaz.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *