Kapten Isma Kania Dewi : Perempuan Tangguh di Etihad Airways

 IDNKatolik.com – Dunia penerbangan tak lagi dunia maskulin dan didominasi pria. Para pilot wanita saat ini tak kalah mampu dan sigap bekerja di moncong pesawat. Salah satunya Kapten Isma Kania Dewi.

DUA perempuan di moncong pesawat memperkenalkan diri. Seorang memberi aba-aba dalam bahasa Inggris. Di akhir pengumumannya, ia mengucapkan sebuah kata mutiara: To a woman who is strong, compassionate, beautiful and unique may you continue to inspire those around you. Happy Internasional Women’s Day. (Untuk seorang perempuan yang kuat, iba, cantik, dan unik semoga kamu terus menginspirasi orang orang disekitarmu. Selamat Hari Perempuan Internasional). Selanjutnya, burung besi itu mengundara.

Pada momen International Women’s Day yang jatuh setiap 8 Maret, penerbangan Etihad Airways yang hari itu menerbangkan pesawat dengan seluruh awaknya perempuan, termasuk kedua wanita dalam kokpit (Flight Deck).

Sangat membanggakan. Pilot pesawat di kokpit adalah Kapten Isma Kania Dewi. Dalam penerbangan dari Abu Dhabi, Uni Emirat Arab ke Kairo, Mesir, Kapten Isma dipercayakan sebagai pilot yang menerbangkan pesawat Boeing 787-9 didampingi Co-pilot Shareefa Al Bloushi.

“Dunia ini menjadi tempat yang lebih baik karena kehadiran banyak perempuan. Tak peduli apa status mereka. Mereka menambah arti dari keberadaan seorang perempuan. Mereka membawa cinta kepada hidup banyak orang,” ujar Isma.

Butuh Ketekunan

Isma bercerita bahwa dirinya sudah jatuh cinta pada dunia penerbangan sejak usia 10 tahun. Maka selama menjalani studi di SMA Regina Pacis Bogor, kelahiran 4 Oktober 1975 ini, berusaha agar mendapatkan beasiswa studi di dunia penerbangan. Harapan itu datang tahun 1995, ia mendapat beasiswa menuntut ilmu sebagai pilot di Politeknik Penerbangan Indonesia Curug (CLP), Tangerang, Banten. Ia memperoleh Commercial Pilot License dan Multi Engine Instructor Rating dan lulus dari CLP Curug tahun 1997.

Setelah itu, Isma mengawali karirnya di maskapai Garuda Indonesia tahun 1998. “Di sini ada ujian khusus lagi dan itu tidak mudah. Kita harus berjuang sehingga bisa mendapatkan kepercayaan. Sebab kepercayaan paling utama adalah keselamatan penumpang,” ujarnya.

Di Garuda Indonesia, Isma berhasil mendapatkan linsensi untuk menerbangkan pesawat Boeing 737-300/400/500, pesawat komersil pertamanya. Bersama Garuda, Isma berpikir cukuplah menjadi pilot komersil Garuda Indonesia khusus penerbangan domestik. Toh, cita-cita masa kecilnya sudah terkabul. Setidaknya ia bisa membagi waktu bertemu keluarga dan memiliki waktu khusus untuk sahabat serta orang-orang terdekatnya.

Tetapi, Isma ingat pesan sang ayah agar menjadi perempuan itu jangan biasa-biasa saja. Artinya, menyelesaikan kewajiban sebagai ibu rumah tangga atau sekadar mengurus dapur. “Sejak itu, saya punya prinsip bahwa jangan menjadi pilot yang biasa-biasa saja. Jadi perempuan, jadilah perempuan kuat. Jadilah perempuan pemberani yang berani melakukan apa saja. Jadi perempuan mandiri yang tidak tergantung pada pria. Perempuan itu harusnya tidak pernah mundur,” tekadnya dalam hati.

Akhirnya lewat dukungan orang tua dan keluarga, Isma hijrah sebagai pilot di Qatar Airways. Hanya berselang beberapa tahun, kini Isma menjadi pilot di Etihad Airways, United Arab Emirates. Isma telah menerbangkan pesawat dengan banyak tujuan ke berbagai negara baik di Benua Eropa, Amerika, Asia, Australia, dan Afrika.

“Kapten Isma, sosok perempuan Indonesia di Etihad Airways yang terlihat sekali bersinergi. Ia dapat melakukan inovasi bahkan dalam situasi-situasi darurat. Ia tidak pernah panik dan sangat berpengalaman. Ia adalah women power playing,” sebut rekannya Co-pilot Shareefa Al Bloushi dalam channel Youtube Etihad Airways.

Menanggapi pernyataan rekannya, Isma berpendapat perempuan Indonesia itu adalah sosok yang mumpuni. Perempuan Indonesia dikenal sebagai perempuan yang tak kenal lelah. Mereka bukan orang yang sulit untuk mendengarkan dan melaksanakan, tetapi wanita yang kuat dan sadar diri akan nilai dan keberadaannya. “Bagi saya, seorang perempuan itu harus sadar peran dan kehadirannya.”

Isma meyakini bahwa saat ini dirinya memiliki karir terbaik sebagai pilot. Tetapi sebagai perempuan Indonesia yang berbudaya dan beragama, Isma selalu diharapkan menjadi ibu dan istri yang baik bagi anak dan suami. “At the end of the day, hanya peran kita sebagai ibu dan istri yang baik yang nantinya akan menjadi tabungan dan investasi paling besar di masa depan kita,” kata Isma.

 Permata Keluarga

Sejak kecil, Isma memang sudah terbiasa dengan kehidupan penerbangan. Isma kecil suka bolak balik menunggu kedatangan ibunya di bandara. Hampir setiap bulan, ia melakukan hal itu lantaran harus menjemput sang bunda yang mengenyam pendidikan di luar negeri.

Di bandara, Isma sering sekali melihat pesawat take off dan landing. Ia juga memandang betapa gagahnya pilot-pilot lalu lalang di bandara. “Wuaaaaah I thought it was beautiful,” katanya. Perempuan ini lantas berpikir ia harus menjadi “wanita gagah” yaitu pilot. Tak peduli betapa keluarganya sama sekali tak memiliki latar belakang dunia penerbangan.

Perempuan murah senyum ini ternyata tidak sekadar berani bermimpi. Ia menjalani mimpi itu sampai menjadi kenyataan. “Saya termasuk beruntung mendapatkan dukungan hebat dari keluarga hingga bisa melihat indahnya langit di angkasa,” sebut Isma.

Selain keluarga, dukungan juga datang dari sang suami yang seprofesi dengannya. Kesetiaan suami mencintai Isma dan buah hati mereka, membuat Isma tak pernah lelah dan mengeluh atas kehidupan ini. “Saya bahagia karena bisa terbang bersama suami dan bisa bersama-sama mendidik anak-anak. Saya enjoy atas kehidupan ini,” ungkapnya.

Ia menambahkan dirinya tak bermaksud menggampangkan hidup ini, tetapi ia melihat bahwa bekerja sambil menikmati hidup, maka seberat apapun persoalannya, pasti ada hikmatnya. Meski demikian, Isma sadar bahwa kodratnya sebagai ibu bagi anak-anak adalah hal yang penting. Jika berada di atas udara, dirinya harus melepaskan kodrat sebagai seorang perempuan. Sebab siapapun yang telah berhasil menerbangkan pesawat dengan ratusan penumpang di dalamnya, tidak dapat dianggap lemah. “Perempuan-perempuan seperti kami yang dengan segenap jiwa menumbuhkan rasa tanggung jawab yang tinggi untuk membawa penumpang dengan selamat adalah pahlawan-pahlawan di dunia nyata,” sebutnya.

Begitu juga dalam mengasuh anak-anaknya. Isma tak ingin anak-anaknya merasa terbaikan hanya karena orang tua sibuk dengan pekerjaan dan karir. Demi membagi waktu, ia dan suami mengambil jadwal penerbangan yang sering berbeda waktu agar bisa bersama anak-anak.

“Waktu cuti atau off, saya tetap menjalankan tugas sebagai seorang ibu. Memasak untuk anak-anak dan suami, membersihkan rumah, mencucui pakaian, mengajari mereka berdoa, memperhatikan pendidikan anak, mengikuti perkembangan anak, dan pekerjaan lainnya.”

Isma menambahkan, Raden Adjeng Kartini adalah panutannya. Ketika mengejar haknya sebagai wanita, Kartini tidak melupakan kewajibannya sebagai perempuan. Ia adalah pejuang keseteraan perempuan, sekaligus ibu yang baik bagi suami dan anak-anak. “Saya juga ingin sekali jadi wanita yang seimbang dalam menuntut hak dan menjalankan kewajiban,” tuturnya.

Biografi

Kapten Isma Kania Dewi

 Lahir   : Bogor, 4 Oktober 1975

Pendidikan

  • SMA Regina Pacis Bogor, (1995)
  • Politeknik Penerbangan Indonesia Curug (1997)

Pekerjaan

  • Pilot Garuda Indonesia
  • Pilot Qatar Airways
  • Pilot Etihad Airways

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *